Texts

BLOG INI SEDANG DALAM PROSES UPDATING.MOHON MAAF JIKA MASIH BANYAK FILE-FILE LAMA.TERIMAKASIH ATAS PENGERTIAANYA.BLOG INI SEDANG DALAM PROSES UPDATING.MOHON MAAF JIKA MASIH BANYAK FILE-FILE LAMA.TERIMAKASIH ATAS PENGERTIAANYA.BLOG INI SEDANG DALAM PROSES UPDATING.MOHON MAAF JIKA MASIH BANYAK FILE-FILE LAMA.TERIMAKASIH ATAS PENGERTIAANYA.BLOG INI SEDANG DALAM PROSES UPDATING.MOHON MAAF JIKA MASIH BANYAK FILE-FILE LAMA.TERIMAKASIH ATAS PENGERTIAANYA.BLOG INI SEDANG DALAM PROSES UPDATING.MOHON MAAF JIKA MASIH BANYAK FILE-FILE LAMA.TERIMAKASIH ATAS PENGERTIAANYA.

Senin, 26 April 2010

KAMMI Kaltim Tetap Fokus Pada Isu Kepemimpinan


Samarinda. Setelah mengadakan musyawarah kerja daerah (Mukerda) selama dua hari kemarin (24-25/4), akhirnya kesatuan aksi mahasiswa muslim indonesia Kalimantan timur (kammi kaltim) merumuskan kebijakan-kebijakan selama setahun kedepan 2010-2011. Kebijakan tersebut dirumuskan untuk lebih mengoptimalkan kerja-kerja departemen yang ada. Seperti fokus isu pada depertemen kebijakan Publik. Target kader pada departemen kaderisasi, fokus program pada departemen Hubungan masyarakat, dan lain-lain.

Selain pengurus Kammi Daerah Kaltim, Pertemuan yang dilaksanakan di guest house Unmul tersebut juga dihadiri perwakilan masing-masing komisariat se Kaltim yang berjumlah sekitar 40 peserta. Mereka berasal dari Berau, Kutim, Kukar, Balikpapan, Samarinda (Unmul), Samarinda (Stain). Namun komisariat Politeknik Negeri Samarinda (Polnes) dan Komisariat Bontang tidak hadir karena agenda yang lain.

Ketua Departemen Humas Kammi Kaltim Syamsumarlin menjelaskan perihal diadakannya Mukerda kammi kaltim. “inilah momentum dimana kammi mengadakan penyempurnaan gerakan yang selama ini kammi lakukan”. Sementara ketua Umum Kammi Kaltim Joehandri menambahkan bahwa gerakan mahasiswa terutama Kammi Kaltim cukup dipertimbangkan. Kammi tetap konsisten pada peran kontrol terhadap kebijakan pemerintah. Terutama pada isu kepemimpinan. “setelah kami evaluasi perjalanan satu tahun kepengurusan kemarin, Kammi Kaltim Alhamdulillah sedikit banyak memberikan kontribusi pada Provinsi ini. Misalnya sikap kritis Kammi terhadap mega proyek freeway. Namun, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang harus di benahi dalam gerakan kami”. “Melalui Mukerda ini, kami ingin gerakan Kammi kedepannya lebih banyak dirasakan mafaatnya secara langsung oleh masyarakat Kaltim. Dan sebagai tambahan, kami telah menyiapkan gerakan pengawalan Pilwali yang sebentar lagi akan diadakan dibeberapa daerah di Kaltim”, kata Joehandri yang juga mantan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas MIPA Unmul. (marlin/hms)

Jumat, 23 April 2010

BUKAN HANYA KARTINI


Kartini (21 April 1879), seorang perempuan asli Indonesia yang merupakan ikon perjuangan kaum perempuan Indonesia dalam menuntut hak-hak mereka terutama dalam pendidikan dan perlakuan yang baik.

“Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, bukan sekali-kali, karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya, tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya; menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.”

Perjuangan Kartini untuk memperjuangkan hak-hak wanita pribumi saat itu sesungguhnya, merupakan upaya agar wanita pribumi juga memperoleh pendidikan, jaminan kesehatan, dan pengembangan usaha mandiri melalui koperasi rakyat kecil. Kartini menyadari betapa pentingnya pendidikan bagi seorang wanita, wanita sebagai seorang istri, sebagai seorang ibu, sebagai seorang pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Pendidikan dan pengajaran yang dimiliki wanita merupakan bekal agar mereka mampu menjalankan semua kewajibannya lebih baik lagi. Perjuangan kartini disini tidaklah keinginan untuk menuntut persamaan gender antara pria dan wanita, bukan pula menjadikan pria sebagai saingan bagi wanita, tetapi lebih menitik beratkan bagaimana bisa mempersiapkan seorang wanita tangguh sebagai patner kerja seorang pria dalam rumah tangganya.


Tokoh Perjuangan penyamaan hak kaum wanita di Indonesia ternyata bukan hanya oleh Kartini saja. Jauh sebelum dinobatkannya kartini sebagai tokoh pergerakan emansipasi wanita, banyak pula wanita-wanita Indonesia lainnya yang juga berjasa dalam perjuangan pendidikan kepada kaum wanita.

Sultanah Safiatudin dikenal sebagai sosok yang sangat pintar dan aktif mengembangkan ilmu pengatetahuan. Selain bahasa Aceh dan Melayu, dia menguasai bahasa Arab, Persia, Spanyol dan Urdu. Di masa pemerintahannya, ilmu dan kesusastraan berkembang pesat. Ketika itulah lahir karya-karya besar dari Nuruddin ar-Raniry, Hamzah Fansuri, dan Abdur Rauf. Ia juga berhasil menampik usaha-usaha Belanda untuk menempatkan diri di daerah Aceh. VOC pun tidak berhasil memperoleh monopoli atas perdagangan timah dan komoditi lainnya. Sultanah memerintah Aceh cukup lama, yaitu 1644-1675. Ia dikenal sangat memajukan pendidikan, baik untuk pria maupun untuk wanita.

Siti Aisyah We Tenriolle. Wanita ini bukan hanya dikenal ahli dalam pemerintahan, tetapi juga mahir dalam kesusastraan. B.F. Matthes, orang Belanda yang ahli sejarah Sulawesi Selatan, mengaku mendapat manfaat besar dari sebuah epos La-Galigo, yang mencakup lebih dari 7.000 halaman folio. Ikhtisar epos besar itu dibuat sendiri oleh We Tenriolle. Pada tahun 1908, wanita ini mendirikan sekolah pertama di Tanette, tempat pendidikan modern pertama yang dibuka baik untuk anak-anak pria maupun untuk wanita.

Dewi Sartika (1884-1947) bukan hanya berwacana tentang pendidikan kaum wanita. Ia bahkan berhasil mendirikan sekolah yang belakangan dinamakan Sakola Kautamaan Istri (1910) yang berdiri di berbagai tempat di Bandung dan luar Bandung.

Rohana Kudus (1884-1972) melakukan hal yang sama di kampung halamannya. Selain mendirikan Sekolah Kerajinan Amal Setia (1911) dan Rohana School (1916), Rohana Kudus bahkan menjadi jurnalis sejak di Koto Gadang sampai saat ia mengungsi ke Medan. Ia tercatat sebagai jurnalis wanita pertama di negeri ini. Rohana menyebarkan idenya secara langsung melalui koran-koran yang ia terbitkan sendiri sejak dari Sunting Melayu (Koto Gadang, 1912), Wanita Bergerak (Padang), Radio (padang), hingga Cahaya Sumatera (Medan), dan masih banyak lagi yang jika saya uraikan satu-satu tak cukup hanya dalam satu malam.

Begitu gigihnya mereka memperjuangkan hak-hak kaum wanita pada saat itu, dengan tidak meninggalkan kewajiban-kewajiban wanita. Hak pendidikan yang harus di miliki wanita merupakan modal untuk mendirikan madrasah untuk anak-anak mereka. Modal keterampilan yang harus dimilki wanita, sebagai sarana agar wanita juga bisa mandiri untuk membantu penuhan perekonomian keluarga.

Andai saja kita masih menganut 3 UR untuk wanita (kasur, sumur dan dapur) sehingga pendidikan dinomer sekiankan bagi wanita, apa jadinya sebuah keluarga saat seorang suami yang menjadi tulang punggung meninggal dunia? macetlah perekonomian keluarga.
Andai saja mereka semua, tokoh yang memperjuangkan persamaan hak wanita melihat realita saat ini. Perjuangan mereka yang kini di salah artikan oleh kaum yang diklaim oleh para pengusung ide feminis, tentu akan sedih pastinya.

“Perputaran zaman tidak akan pernah membuat wanita menyamai laki-laki. Wanita tetaplah wanita dengan segala kemampuan dan kewajibannya. Yang harus berubah adalah wanita harus mendapat pendidikan dan perlakukan yang lebih baik. Wanita harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan,” begitu kata Rohana Kudus.

by: Nurdiansari, Kammi kaltim

Senin, 12 April 2010

Silaturrahim dengan humas pemkot samarinda



suasana diskusi dengan Kepala bagian humas pemkot samarinda HM. Faisal di kantor Pemkot 9 april yang lalu. dalam diskusi tersebut, bpk faisal mengingatkan kepada pengurus humas kammi kaltim agar tidak melupakan kegiatan akademik di kampus. " bapak bangga kalian menjadi aktivis. tapi tetap harus ingat tugas utama yaitu kuliah"..