RAMAINYA kasus ledakan tabung gas elpiji di Indonesia banyak menimbulkan keresahan khususnya di rumah tangga, karena banyak korban jiwa yang sudah ada, maka hal ini harus disikapi dengan cepat oleh pemerintah pusat.
Pada tahun 2008 sudah terjadi 61 kasus meledaknya tabung gas elpiji di nusantara, tahun 2009 ada 58 kasus, dan tahun 2010 (terhitung hingga Juli) ada 78 kasus lebih se-nusantara, Kaltim pun sudah dikhawatirkan menjadi daerah yang rawan ledaknya tabung gas.
Di Jombang, ditemukan 25.994 (kompas.com) tabung elpiji ukuran 3 kilogram rusak! Temuan ini hasil dari Inpeksi mendadak (sidak) yang dilakukan tim pengawas gabungan terdiri Dinas Perindustrian dan Perdagangan, anggota Satuan Polisi Pamong Praja, Kepolisian Resor, Komando Distrik Militer setempat. Di Magelang lebih banyak lagi, sedikitnya 3 ribu (kompas.com) tabung gas elpiji berukuran 3 kilogram ditemukan rusak. Bahkan yang lebih parah lagi, di Malang Jawa Timur ditemukan lagi tabung gas elpiji ukuran 3 kilogram tanpa lisensi Standar Nasional Indonesia (SNI). Tim Reserse Kepolisian Resor Malang, Jawa Timur, menemukan 45 tabung gas itu bocor dan ditambal sabun deterjen. Barang bukti ini ditemukan di sebuah pom bensin di Kepanjen, Malang.
Di Samarinda hasil inspeksi mendadak beberapa waktu lalu di sejumlah tempat perbelanjaan banyak ditemukan tabung dan regulator tidak bersertifikasi/ berstandar nasional. Dan masih teringat di benak kita, beberapa hari yang lalu di Samarinda dan beberapa kota di Kaltim didapati ada beberapa rumah tangga yang mendapatkan bencana akibat meledaknya tabung gas.
Bocornya tabung gas dan rusaknya regulator disinyalir menjadi penyebab utama dari ledakan-ledakan tersebut. Ledakan tabung gas yang belakangan ini marak terjadi karena perlengkapan seperti selang dan regulator yang tidak sesuai standar. Bahkan Badan Standarisasi Nasional (BSN) telah menyatakan sebanyak 66 persen tabung gas yang beredar di pasaran tidak sesuai dengan standarnya. Jumlah yang tidak sedikit tentunya.
Dari sekian banyak kasus yang merebak di Nusantara bahkan Kaltim khususnya, kita mendapatkan satu kesimpulan pasti bahwa program pemerintah (44,4 juta tabung gas untuk rumah tangga) konversi minyak ke gas benar-benar tidak siap, sebaiknya pemerintah segera memperbaiki dan mengevaluasi kondisi dan bencana yang terjadi saat ini. Daripada bicara tentang strategi energi nasional penggunaan gas, listrik, dan energi lainnya termasuk panas bumi, angin, batu bara, matahari, bahkan nuklir, yang dikhwatirkan lebih tidak siap lagi!
Pemerintah harus segera mengeluarkan maklumat bahwa masyarakat harus cepat mengganti regulator dan selang gas, yang masa pemakaiannya telah mencapai satu tahun. Sebab disinyalir salah satu pemicu ledakan tabung gas itu adalah akibat regulator atau selang gas yang sudah tidak layak pakai, yang kedua harus ada razia dalam mencegah beredarnya tabung-tabung dan regulator tidak berstandar nasional, tabung palsu dan ulah penyuntikan gas oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab.
Keberadaan tabung gas dan perlengkapannya yang tidak sesuai dengan standar harus ditarik oleh pemerintah. Itu dilakukan dalam rangka menjamin agar tabung gas yang beredar sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Selain penarikan, harusnya polisi segera bertindak tegas terhadap peristiwa-peristiwa ledakan yang semakin sering terjadi. Polisi harus meminta pertanggungjawaban kepada pihak-pihak yang terkait dengan ledakan. Misalnya Pertamina sebagai pengawas tabung-tabung yang beredar di masyarakat, apalagi 66 persen tabung gas tidak sesuai SNI yang beredar di pasaran membuktikan bahwa Pertamina tidak memperhatikan keselamatan konsumen.
Dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen, Pertamina dan produsen tabung gas sebenarnya sudah melakukan tindak pidana korporasi. Atas dasar ini, Pertamina bisa dihukum dengan denda dan pertanggungjawaban materil maupun non materil.
Ketiga, pemerintah melalui instansi terkait yakni PT. Pertamina dan Kementerian Perindustrian harus memberikan informasi masa durasi pemakaian regulator dan selang. Karena, perangkat tersebut memiliki masa pemakaian paling lama satu tahun. Oleh karena itu, jika sudah melewati batas waktu tersebut harus segera diganti dengan yang baru. Penggantiannya tentu harus diberikan secara gratis karena pemerintah yang telah menerapkan program konvensi minyak tanah ke gas. Sosialisasi yang rapi dan terintegrasi, dari tingkatan agen, usaha angkutan elpiji, penjual elpiji di perumahan serta pengguna elpiji. Sosialisasi yang dilakukan tidak boleh hanya normative kembali, tetapi harus dengan sosialisasi yang menggunakan jaringan masyarakat, tokoh masyarakat, organisasi, karang taruna, PKK, serta sosialisasi berbasiskan evaluasi kondisi yang terjadi dilapangan.
Pemerintah, Jangan hanya diam dan hanya minta pengertian serta minta maaf pada masyarakat tanpa tanggung jawab yang nyata.
Tertanda
M. Miftah Murha
Ka.Dept. Pemberdayaan Masyarakat
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) KALTIM