Texts

BLOG INI SEDANG DALAM PROSES UPDATING.MOHON MAAF JIKA MASIH BANYAK FILE-FILE LAMA.TERIMAKASIH ATAS PENGERTIAANYA.BLOG INI SEDANG DALAM PROSES UPDATING.MOHON MAAF JIKA MASIH BANYAK FILE-FILE LAMA.TERIMAKASIH ATAS PENGERTIAANYA.BLOG INI SEDANG DALAM PROSES UPDATING.MOHON MAAF JIKA MASIH BANYAK FILE-FILE LAMA.TERIMAKASIH ATAS PENGERTIAANYA.BLOG INI SEDANG DALAM PROSES UPDATING.MOHON MAAF JIKA MASIH BANYAK FILE-FILE LAMA.TERIMAKASIH ATAS PENGERTIAANYA.BLOG INI SEDANG DALAM PROSES UPDATING.MOHON MAAF JIKA MASIH BANYAK FILE-FILE LAMA.TERIMAKASIH ATAS PENGERTIAANYA.

Minggu, 27 Februari 2011

Keberartian dan Kerendahan


Laksana padi. Ia tumbuh hening di ladang. Tataplah ia dengan seksama, lembut dan nanar. Disana, dalam heningnya, ada banyak pelajaran mudah. Ia berdiri tegap. Menjulang tegak ke atas. Saat berbuah, ia merunduk ke bawah. Begitu meninggi ia merendah. Mungkin ini pelajaran kekuasaan yang paling berat. Sekilas perjalanan ini mengandung antagonisme. Si pemimpin harus belajar peran-peran antagonis.Tapi tidak antagonis pada dirinya sendiri. Merendah berarti mengerti asal-usul diri. Merendah berarti memahami perbedaan dan mengakui kesetaraan manusia. Merendah berarti percaya diri serta meyakini ini hanya sementara dan bukan tujuan akhir.
Kehebatanmu tidak akan berkurang ketika kamu merendah. Kekuasaanmu juga tidak hilang ketika kamu merendah. Engkau hanya meletakkan kekuasaanmu di tanganmu bukan di hatimu. Kamu hanya menyelamatkan dirimu sendiri dari dirimu sendiri.
Halangan yang paling berat adalah keberartian. Oohh…. seorang pemimpin sebenarnya mengalami kesulitan besar dalam memaknai dirinya, hidupnya. Sering pula khawatir jika ia tak berkuasa, keberartian dia di mata orang lain menurun. Darimanakah sumber keberartian itu? kekuasaan selalu membelokkannya kepada dirinya sendiri. Seorang pemimpin cenderung mengidentifikasi dirinya dengan kekuasaannya. Ia bermakna karena ia berkuasa. ia selamanya memerlukan kekuasaan itu. itu yang membuatnya merasa berarti. kekuasaan memberinya begitu banyak kenyamanan psikologis.

Maka sangat sulit baginya untuk tidak membutuhkan kekuasaan. Apalagi menjadi zuhud. teramat sulit baginya untuk merendah. Karena pengakuan, kehormatan, ketundukan, sanjungan kekaguman,dan kerinduan saat-saat berharga maupun bercengkerama adalah kenyamanan-kenyamanan psikologis yang justru hanya dia peroleh dari kekuasaan. Teramat sulit melepas semua dengan enteng dan tersenyum. Apalagi hampir seluruh waktu dan energi serta cucuran keringat dan air mata telah tumpah ruah.
Akarnya ada pada struktur mentalitas para pemimpin, menyadari antagonism antara kekuasaan yang ada di tangan yang pasti sirna dengan Kampung akhirat, antara amanah dan kerendahan hati, antara kehebatan dan keterbatasan. Sepertinya itulah pelajaran yang paling rumit;menerima takdir kepahlawanan yang terbatas dengan rendah hati. Sebab kita hanya manusia biasa.
Begitu sang khalifah yang menguasai lebih dari separuh dunia itu tertidur di masjid. Seperti kebanyakan penduduk. Umar pun berteduh di masjid saat siang hari. Terik siang di Madinah amat sangat membakar seperti semburan hawa panas api. Wajahnya lepas saat tidur pulas tanpa bantal. Tanpa beban. Tanpa rasa takut. Bebas. Sepenuhnya bebas. Sampai-sampai utusan raja romawi tidak percaya menyaksikan pemandangan itu. kemana para pengawal? Tidak takutkah ia ? Tidakkah ia merasa tak berarti dia saat tak didampingi? dan Hafez Ibrahim, penyair dari tanah Mesir yang ada di era umar, menangkap kebingungan utusan sang Raja Romawi tersebut. Maka Ia menuangkannya dalam sajaknya “ Maka, pulaslah tidurmu saat keadilanmu…”
Hampir seratus tahun kemudian, buyut sang khalifah, seseorang digelari Khalifah Rasyidin kelima, Umar bin Abdul Azia, menghembuskan nafas terakhirnya setelah melafazkan ayat ini, “ itulah negeri akhirat. Kami berikan kepada mereka yang tidak menghendaki ketinggian di dunia dan tidak juga berbuat kerusakan.”
Atau Terperanjat dan menangisnya Umar Bin Khattab ketika melihat Rasulullah Saw terbangun dengan pipi masih terdapat bekas alas tikar kurma,.
Mereka meninggi ketika merendah. Dan kezuhudan adalak milik para pemimpin yang kekuasaannya tidak pernah diberikan izin untuk sampai hinggap di hatinya.pemimpin yang tegar menghadapi cobaan kekuasaan, melawan tirani, mempunyai kearifan sebagai pembangun kekuasaan, dan sekaligus bertangan dingin sebagai zahid dalam memegang kekuasaan. Wajarlah bila Abu Bakar berucap “Ya Allah ampunilah hamba atas apa yang orang lain tidak ketahui dalam diri hamba. Dan jadikan hamba lebih baik dari apa yang mereka pikirkan”.
Jika sampai waktunya, lepaslah dengan enteng dan tersenyumlah sambil berkata: Aku hanya mencari pandangan Allah bukan mencari pandangan manusia. Aku hanya ingin agar Allah mencintaiku dengan cara ini. Jika selama perjalanan, bosan, gundah gulana dan sakit yang kau rasakan maafkanlah diriku dan ketahuilah Engkau Berbai’at pada Allah, Rasul dan Jamaah, bukan kepada diri ini. Urusanku hanya sampai pada memimpinmu, sisa perkerjaanmu yang tak selesai adalah tanggung jawab engkau pada Allah.
Tertanda

Johandri Dhuha, 18 februari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar dengan bertanggung jawab