Texts

BLOG INI SEDANG DALAM PROSES UPDATING.MOHON MAAF JIKA MASIH BANYAK FILE-FILE LAMA.TERIMAKASIH ATAS PENGERTIAANYA.BLOG INI SEDANG DALAM PROSES UPDATING.MOHON MAAF JIKA MASIH BANYAK FILE-FILE LAMA.TERIMAKASIH ATAS PENGERTIAANYA.BLOG INI SEDANG DALAM PROSES UPDATING.MOHON MAAF JIKA MASIH BANYAK FILE-FILE LAMA.TERIMAKASIH ATAS PENGERTIAANYA.BLOG INI SEDANG DALAM PROSES UPDATING.MOHON MAAF JIKA MASIH BANYAK FILE-FILE LAMA.TERIMAKASIH ATAS PENGERTIAANYA.BLOG INI SEDANG DALAM PROSES UPDATING.MOHON MAAF JIKA MASIH BANYAK FILE-FILE LAMA.TERIMAKASIH ATAS PENGERTIAANYA.

Selasa, 10 Agustus 2010

Ramadhan Memerdekakan Tanggung Jawab Sosial Kita


Salah satu hikmah berpuasa adalah turut merasakan kesulitan yang dialami orang-orang miskin. Karena itu, puasa di Bulan Ramadhan bagi bangsa Indonesia bukanlah suatu kewajiban, tapi kebutuhan. Maklum, jurang si kaya dan si miskin di negeri ini amat curam.

Dalam nuansa 65 tahun Kemerdekaan Indonesia yang bertepatan dengan Ibadah Ramadhan punya makna tersendiri. Sejenak kita dihadapkan pada kesadaran bahwa ternyata, bangsa ini belum merdeka seutuhnya. Bangsa ini belum Merdeka dari Kemiskinan, dari Perilaku korupsi dan keegoisan pejabatnya terhadap kekuasaan, bangsa ini belum merdeka dari kondisi ekonomi yang belum ideal dan kuat. Sudah saatnya ramadhan memerdekakan kaum dhuafa dan membebaskan kekikiran para pengusaha yang tidak mau berzakat. Kita menginginkan zakat menghasilkan pemberdayaan yang mandiri, bukan untuk dibanggakan jumlahnya saat laporan Masjid. Sudah saatnya zakat menjadi Program Pemberdayaan Kemandirian Masyarakat. Agar zakat bisa mengurangi angka kemiskinan. Itu baru zakat yang progresif.

Ketika kita mau sejenak saja menyelami samudera kehidupan kaum dhuafa beserta air matanya, berpuasa bagi penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan dan mereka yang nyaris-nyaris miskin, adalah realita keseharian mereka. Jadi tidak perlu dibahas lagi. Tanpa diwajibkan pun, mereka biasa menahan lapar. Setidaknya dengan banyak acara bersama yang diselenggarakan banyak pihak bagi mereka, ada sedikit perbaikan gizi.

Berpuasa justru dibutuhkan bagi warga bangsa yang hidup berada jauh diatas garis kemiskinan. Minimal, berpuasa bisa menjadi treatment bagi permasalahan kesehatan mereka. karena dengan berpuasa, kebiasaan mengkonsumsi gizi berlebihan dapat dihindarkan. Jika mau masuk ke area yang lebih filosofis lagi, berpuasa bagi warga bangsa yang jauh dia atas garis kemiskinan dilakukan untuk memekakan hati nurani mereka. menghadirkan lagi rasa sensitifitas bahwa mereka punya kewajiban. Kewajiban itu bernama tanggung jawab sosial.

Tanggung jawab sosial. Inilah karakter yang kini hilang dari jati diri bangsa kita. Banyak contoh kecil yang bisa menjadi cermin. Masih adakah telepon umum hidup dan terawat di sekeliling kita ? berapa banyak bangkai tikus mejret terlindas kendaraan di jalan raya? Di tempat umum manakah bisa kita dapati bersih tanpa sampah berserakan? Berapa banyak zakat yang dikelola professional dan mampu memandirikan serta memberdayakan masyarakat?

Kabar tentang hilangnya karakter tanggung jawab sosial dari jatidiri bangsa kita, setiap hari kita peroleh di media massa. Uang Negara dikelola tanpa mengindahkan aturan, bahkan sering pula aturannya tak jelas. Pungutan liar dan kreatifitas segelintir memanfaatkan celah-celah untuk mengambil manfaat untuk korupsi. Banyak pejabat yang memiliki rekening berisi uang rakyat yang tidak punya mekanisme tanggung jawab dalam menggunakannya. Dan masih banyak yang lain lagi.

Jika kita buat daftar, banyak kasus yang tidak jelas siapa yang harus bertanggungjawab. Kasus teranyar ledakan tabung gas elpiji, pengemplang pajak, korupsi pajak, BLBI, Lumpur lapindo. Siapa yang harus bertanggung jawab?
Jawabannya tidak ada, semua diam. Semua lempar batu sembunyi tangan. Semua pihak yang punya kewenangan mengurainya, hanya memberi jawaban kepada kita, “oknum” atau “aktor intelektual” yang harus bertanggung jawab. Siapa? Au ah gelap! Karena untuk menangkap yang jelas dan ada fotonya saja seperti Anthony salim, Anggoro Widjoyo, aparat tidak mampu.

Mari kita bangun tanggung jawab sosial yang sudah menjadi jati diri bangsa kita. Jangan biarkan bangsa ini berjalan tak tentu arah, ummat ini bertambah buruk dari hari ke hari. Mari berikan kontribusi kita minimal sebagai putra dan putri bangsa. Jangan engkau biarkan mahasiswa yang berdemonstrasi di pinggir jalan tak engkau berikan dukungan. Jangan biarkan mahasiswa, pelajar, adik-adik kita yang berprestasi dan mengharumkan bangsa ini dengan menjuarai olimpiade ilmiah maupun olahraga menjadi sedih dan kecewa terhadap kondisi bangsa. Jangan biarkan kaum dhuafa menyesal dan kecewa terhadap perhatian dan perlindungan ekonomi terhadap orang miskin yang ada dan tiadanya tak ubahnya sama. Ulurkan tangan kita. Singsingkan lengan baju kita. Berikan kontribusimu. Indonesia menunggu.
Merdeka !!!

Tertanda
Johandri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar dengan bertanggung jawab